SEARCH

Senin, 21 Maret 2011

SUNAN DRAJAT

Sunan Drajat diperkirakan lahir
pada tahun 1470 masehi. Nama
kecilnya adalah Raden Qasim,
kemudian mendapat gelar Raden
Syarifudin.

Dia adalah putra dari
Sunan Ampel, dan bersaudara
dengan Sunan Bonang.
Ketika dewasa, Sunan Drajat
mendirikan pesantren Dalem
Duwur di desa Drajat, Pacitan
Kabupaten Lamongan.
Sunan Drajat yang mempunyai
nama kecil Syarifudin atau raden
Qosim putra Sunan Ampel dan
terkenal dengan kecerdasannya.

Setelah menguasai pelajaran
Islam beliau menyebarkan
agama islam di desa Drajad
sebagai tanah perdikan di
kecamatan Paciran. Tempat ini
diberikan oleh kerajaan Demak.

Ia diberi gelar Sunan Mayang
Madu oleh Raden Patah pada
tahun saka 1442/1520 masehi
Makam Sunan Drajat dapat
ditempuh dari Surabaya maupun
Tuban lewat Jalan Daendels
(Anyer-Panarukan), namun bila
lewat Lamongan dapat
ditempuh 30 menit dengan
kendaran pribadi.

Setelah pelajaran
Islam dikuasai, beliau mengambil
tempat di Desa Drajat wilayah
Kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan sebagai pusat
kegiatan dakwahnya sekitar
abad XV dan XVI Masehi. Ia
memegang kendali keprajaan di
wilayah perdikan Drajat sebagai
otonom kerajaan Demak selama
36 tahun.

Beliau sebagai Wali penyebar
Islam yang terkenal berjiwa
sosial, sangat memperhatikan
nasib kaum fakir miskin. Ia terle­
bih dahulu mengusahakan
kesejahteraan sosial baru
memberikan pemahaman
tentang ajaran Islam. Motivasi
lebih ditekankan pada etos kerja
keras, kedermawanan untuk
mengentas kemiskinan dan
menciptakan kemakmuran.

Usaha ke arah itu menjadi lebih
mudah karena Sunan Drajat
memperoleh kewenangan untuk
mengatur wilayahnya yang
mempunyai otonomi.

Sebagai penghargaan atas
keberhasilannya menyebarkan
agama Islam dan usahanya
menanggulangi kemiskinan
dengan menciptakan kehidupan
yang makmur bagi warganya.

Filosofi Sunan Drajat dalam
pengentasan kemiskinan kini
terabadikan dalam sap tangga
ke tujuh dari tataran komplek
Makam Sunan Drajat. Secara
lengkap makna filosofis ke tujuh
sap tangga tersebut sebagai
berikut :
1. Memangun resep teyasing
Sasomo (kita selalu
membuat senang hati
orang lain)

2. Jroning suko kudu eling Ian
waspodo (di dalam suasana
riang kita harus tetap ingat
dan waspada)

3. Laksitaning subroto tan
nyipto marang pringgo
bayaning lampah (dalam
perjalanan untuk mencapai
cita – cita luhur kita tidak
peduli dengan segala
bentuk rintangan)

4. Meper Hardaning
Pancadriya (kita harus
selalu menekan gelora
nafsu-nafsu)

5. Heneng – Hening – Henung
(dalam keadaan diam kita
akan memperoleh
keheningan dan dalam
keadaan hening itulah kita
akan mencapai cita – cita
luhur).

6. Mulyo guno Panca Waktu
(suatu kebahagiaan lahir
batin hanya bisa kita capai
dengan salat lima waktu)

7. Menehono teken marang
wong kang wuto,
Menehono mangan marang
wong kang luwe,
Menehono busono marang
wong kang wudo,
Menehono ngiyup marang
wongkang kodanan
(Berilah ilmu agar orang
menjadi pandai,
Sejahterakanlah kehidupan
masyarakat yang miskin,

Ajarilah kesusilaan pada
orang yang tidak punya
malu, serta beri
perlindungan orang yang
menderita)
Dalam sejarahnya Sunan Drajat
juga dikenal sebagai seorang
Wali pencipta tembang Mocopat
yakni Pangkur. Sisa – sisa
gamelan Singomengkoknya
Sunan Drajat kini tersimpan di
Musium Daerah.
Untuk menghormati jasa – jasa
Sunan Drajat sebagai seorang
Wali penyebar agama Islam di
wilayah Lamongan dan untuk
melestarikan budaya serta
benda-benda bersejarah
peninggalannya Sunan Drajat,
keluarga dan para sahabatnya
yang berjasa pada penyiaran
agama Islam,

Pemerintah
Kabupaten Lamongan
mendirikan Museum Daerah
Sunan Drajat disebelah
timur Makam. musium ini telah
diresmikan oleh Gubernur Jawa
Timur tanggal 1 Maret 1992.
Upaya Bupati Lamongan R.
Mohamad Faried, SH untuk
menyelamatkan dan
melestarikan warisan sejarah
bangsa ini mendapat dukungan
penuh Gubernur Jawa Timur
dengan alokasi dana APBD I
yaitu pada tahun 1992 dengan
pemugaran Cungkup dan
pembangunan Gapura Paduraksa
senilai Rp. 98 juta dan anggaran
Rp. 100 juta 202 ribu untuk
pembangunan kembali Masjid
Sunan Drajat yang diresmikan
olehMenteri Penerangan RI
tanggal 27 Juni 1993. Pada
tahun 1993 sampai 1994
pembenahan dan pembangunan
Situs Makam Sunan Drajat
dilanjutkan dengan
pembangunan pagar kayu
berukir, renovasi paseban, bale
rante serta Cungkup Sitinggil
dengan dana APBD I Jawa Timur
sebesar RP. 131 juta yang
diresmikan Gubernur Jawa Timur
M.Basofi Sudirman tanggal 14
Januari 1994.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tuliskan apa yg ada dibenak anda!